Informasi, Berita & Opini

Jumat, 01 Januari 2021

Menjual dan Menukar Suara Tuhan Dengan Materi

Vox Populi Vox Dei.

Suara rakyat adalah suara Tuhan. 
Ungkapan itu muncul sebagai semboyan perlawanan rakyat terhadap kebijakan penguasa yang dianggap akan menyengsarakan mereka. Ada yang menyebut semboyan tersebut muncul di awal tahun 1700-an bahkan 1300-an.

Agak riskan sebenarnya melabeli suara rakyat sebagai interprestasi suara Tuhan, yang memungkinkan adalah semboyan tersebut hanya semacam jargon semata karena euforia rakyat yang menggebu terhadap demokrasi.

Faktanya yang terjadi tidaklah demikian. Pada Pemilu, Pilkada, Pilkades dan sejenisnya; selalu didengungkan semboyan lainnya sebagai anjuran untuk tidak menjual suara; tolak politik uang, jangan jual suara Anda dengan harga yang receh.

Kalau saja rakyat benar-benar menganggap dan menyamakan suaranya sama atau adalah suara Tuhan, maka tidak mungkin mereka menukar apalagi menjual suaranya dengan Sembako ataupun uang ratusan ribu rupiah, maupun bentuk lainnya; karena tindakan itu jelas sangat menyinggung Tuhan yang Maha Kaya.

Vox Populi Vox Dei, hanyalah semboyan kosong yang sama sekali tak ada kaitannya dengan Tuhan itu sendiri, tapi mengatasnamakan Tuhan agar kesannya seolah suara rakyat sangat berharga. Dan faktanya selama ini kebanyakan suara rakyat adalah milik para kaum berduit dan bermodal kalau tak ingin disebut kaum Kapitalis; yang dengan kekuatan hartanya bisa mengatur rakyat maupun negara sekalipun. 

Dalam negara demokrasi (demos = rakyat, kratien/kratos = pemerintahan) berlaku istilah 'one man one vote', yang berarti 1 orang hanya berhak untuk 1 suara. Dengan demikian maka 1 suara itu mestinya sangat berharga dan sangatlah dihargai untuk suatu yang tak ternilai, bukan malah ditukar dan dijual dengan harga yang sangat teramat murah meriah.

Bagi yang meyakini suara rakyat adalah suara Tuhan; pasti akan sangat bersalah bahkan teramat berdosa kalau sampai menukar ataupun menjual suaranya dengan sejumlah materi berapapun harga dan nilainya. Suara Tuhan sangat teramat tak ternilai meskipun dibandingkan dengan seisi alam semesta ini. 

Maka yang mungkin pas adalah Vox Populi Vox Per Capitalists; suara rakyat adalah suara para Kapitalis, bukan lagi Vox Populi Vox Dei. (Red) 

2 komentar:

  1. Kenyataan sesuai fakta memang "suara rakyat adalah suaranya para kapotalis"
    Namun tidak 100% karena masih ada rakyat yang bertahan dan mengikuti kata hatinya, "suaraku adalah suara hatiku dan aku telah bersandar pada Tuhanku"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kami tak mengatakan 100 persen. Coba Anda baca di paragraf ke 6;"......Dan faktanya selama ini kebanyakan suara rakyat adalah milik para kaum berduit dan bermodal kalau tak ingin disebut kaum Kapitalis; yang dengan kekuatan hartanya bisa mengatur rakyat maupun negara sekalipun."

      Terimaksih.

      Hapus

Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.