Beberapa hari terakhir di Tanah Bumbu diramaikan oleh pemberitaan khususnya Media Online (kini agak jarang Media Cetak) diantaranya pemberitaan seputar pemeriksaan sejumlah Pejabat di lingkup Pemkab Tanah Bumbu terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kursi rapat dan kursi tunggu pada anggaran tahun 2019.
*Dasar penulisan opini adalah Pasal 5 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pres; "Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah."
Selain itu pemberitaan juga diramaikan oleh Yusril Ihza Mahendra, Mantan Menteri Hukum dan HAM, yang juga seorang pengacara (lawyer). Apa hal ?
Mantan Sekdakab Tanah Bumbu, Rooswandi Salem, yang sudah mendapat panggilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanah Bumbu untuk dimintai keterangan; diberitakan sudah mengontak dan bersepakat dengan Tim Yusril untuk melakukan pendampingan dan nasihat hukum terkait yang dialami Mantan Sekdakab Tanah Bumbu itu.
Pemberitaan tersebut yang dibagikan di platform media sosial terutama Facebook; menuai berbagai tanggapan dan komentar yang beragam; dari dukungan, simpati hingga 'nyinyir' bahkan cibiran terhadap pribadi mantan Sekdakab yang belum diperiksa dan dimintai keterangan oleh pihak Kejari tanah Bumbu itu.
Tak kurang tanggapan yang menjurus ke vonis seolah Mantan Sekdakab itu sudah benar-benar salah sebelum proses dan tahapan hukuman dilakukan terhadapnya. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innosence) pun seolah diabaikan oleh sejumlah Warganet yang hanya mengandalkan dugaan-dugaan liar tanpa memahami proses penerapan hukum.
Kalau diantara Warganet yang menilai nuansa politis sebelum dan setelah Pilkada 2020 dilekatkan terhadap Mantan Sekdakab Tanah Bumbu itu; menjadi sah-sah saja, karena tampaknya 'aroma' Pilkada masih belum hilang dari atmosfer Tanah Bumbu.
Beropini di media mainstream bukanlah hal yang tabu atau dilarang sepanjang tak menabrak norma-norma agama, rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (Pasal 5 UU Nomor Tahun 1999 Tentang Pers)
Kalau terdapat diantara siapapun yang beropini di media sosial secara pribadi yang menabrak asas praduga tak bersalah; ini perkara lain yang tak diatur oleh UU Nomor 40 Tahun 1999, tapi akan berurusan dengan UU ITE jika yang dijadikan objek opini keberatan dan melakukan somasi hukum.
Adapun terkait siapa saja yang menggunakan jasa Pakar Hukum, Pengacara, Advokat, Lawyer apapun sebutannya untuk membantunya dalam menghadapi suatu perkara hukum; tak ada larangan, sah saja, dan tentu sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini Negara pun menyediakan Pengacara pada setiap tingkat pemeriksaan, bahkan sejumlah LBH pun siap untuk itu jika diminta siapa saja.
Silakan apakah akan menggunakan jasa para pengacara Lokal maupun Pengacara Terkenal (Kondang) seperti Hotman Paris, Ersa Siregar, Yusril Ihza Mahendra, Ruhut Sitompul, dan lainnya dengan catatan Anda punya kemapuan finasial, karena pelayanan tentu tak ada yang gratis paling tidak memperhitungkan transportasi dan akomodasi.
Biarkan pihak Kejari tanah Bumbu berkerja sesuai standard operation procedure yang mereka miliki. Soal apakah seseorang terlibat dalam pelanggaran hukum atau tidak; ini adalah ranah para institusi penegakan hukum hingga menyatakan seseorang sudah pasti bersalah usai proses dan tahapan, bukan hak tiap individu untuk memvonis pasti dan sudah bersalah. (Red)
------------------
*Dasar penulisan opini adalah Pasal 5 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pres; "Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.