Minus 4 (H-4) hari menuju pelantikan Bupati Kotabaru harapan besar adanya perubahan terhadap kabupaten yang kaya sumber daya alam ini.
Masih ramainya 'berbalas pantun' di sosial media terus mewarnai perjalanan birokrasi kabupaten yang berada di tenggara Pulau Kalimantan dan memiliki wilayah paling luas di Propinsi Kalsel.
Desas desus perombakan 'kabinet' yang pasti akan terjadi pun juga mewarnai raut wajah tegang para Pejabat di Kabupaten Kotabaru yang menanti bakal di posisi mana dirinya akan berdiri nanti (walau sebagian sudah ada yang sudah tahu pasti, hehehe.......)
Turunnya APBD tahun 2021 menjadi Rp 1,5 trilyun juga menjadi pertanyaan besar sebagian warga kenapa dan bagaimana bisa serta apa yang salah.
Belum lagi adanya pemberitaan media yang menyebutkan tahun 2022 APBD Kabupaten Kotabaru diasumsikan menjadi Rp 1,3 trilyun yang disampaikan oleh seorang Anggota DPRD semakin membuat tanda tanya yang besar, mampukah dengan APBD yang diasumsikan itu bisa berlari menggapai mimpi (?)
Ditambah lagi banyaknya alasan kurangnya anggaran menjadi momok percepatan pembangunan. Tapi benarkah hanya karena alasan kurangnya anggaran menjadi penyebab utama minimnya berbagai kegiatan ? Lalu bagaimana dengan berbagai kebijakan dan bantuan dari Pemprop dan Pemerintah Pusat, serta bagaimana kemampuan sumber daya manusianya sendiri dalam menyikapi apakah hanya berdiam diri lalu pergi nongkrong sambil ngopi (?) Entahlah, jawabannya mesti mutar-mutar dulu biar yang bertanya jadi bosan menunggu jawabannya.
Apalagi jika pandemi menjadi senjata sakti alasan nomor 'wahid' berjalan di tempatnya proses pembangunan di daerah ini. Pemangkasan anggaran untuk pandemi tidak perlu menjadi alasan toh masih ada pejabat yang kunjungan keluar daerah tanpa takut terpapar Covid-19. Apalagi sekarang era digitalisasi semua bisa dilakukan disini.
Semua bisa berasumsi karena berbagai hal dengan apa yang terjadi. Namun itu bukan menjadi alasan percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan terganggu secara keseluruhan.
Prioritas pembangunan masih tidak terlihat dengan jelas ke arah mana yang menjadi tujuan utama di mata masyarakat yang tentu tidak buta dan tuli. Masyarakat hanya ingin bukti nyata jika akselerasi pembangunan di daerah ini dikatakan tetap berjalan.
Pejabat jangan terjebak hanya fokus amankan posisi. Tapi juga harus bisa mengejar target pencapaian kinerja.
Elit politik (biar lebih berasa) daerah ini juga sudah seharusnya turut mengawal proses percepatan pembangunan. Jangan hanya bisa berargumen dengan narasi yang cantik tapi lebih pada aksi ciamik dalam membangun daerah ini.
Dukungan Legislatif dengan 35 anggotanya yang notabene mendukung penuh Bupati terpilih harus juga menjadi pengawal bukan hanya menjadi koor paduan suara setuju.
Elemen masyarakat yang masih getol mengkritisi pun seyogianya menjadi aset bukan menjadi karpet yang siap diinjak, atau beraninya hanya di balik sumpah serapah dan makian di sosial media.
Pembangunan daerah ini akan berjalan dengan kondusif bila semua elemen saling mengisi dan saling berpartisipasi. Bukan hanya bisa saling sensitif tegangan tinggi apalagi nyinyir yang hanya kelas teri tanpa ada solusi yang pasti.
Karena Kotabaru butuh pemimpin yang memiliki visi dan misi dan amunisi penuh energi untuk membangun bukan caci maki apalagi yang alergi dengan kritisi. (DBG)
*Bila media arus utama (mainstream) tak berani beropini, maka ketinggalan dari Warganet di Sosial Media yang berani beropini meski dibayangi oleh UU ITE.
Ha...ha....ha, ciamik. Saya suka dengan tulisan ini. Sebuah narasi cerdas nan menggelitik. Fourthumbs buat penulisnya.
BalasHapusNgasih 4 thumbs-nya mesti 2 orang, hehehe.......
Hapus