Dari 2.330 hektar di wilayah Kecamatan Pulau Laut Timur Kotabaru yang disepakati dengan koperasi ternyata yang bisa terbangun hanya sekitar 881 hektar atau berstatus APL (Areal Penggunaan Lain) sedangkan selebihnya merupakan kawasan hutan dan cagar alam.
Hal itu terungkap pada Rapat Gabungan Komisi DPRD Kabupaten Kotabaru sebagai tindak lanjut Rapat Dengar Pendapat (Hearing, Red) yang ke 2 untuk menyelesaikan permasalahan kebun plasma antara PT BSS dan perwakilan beberapa Desa di Kecematan Pulau Laut Timur, Selasa (04/05/21).
Rapat dipimpin langsung Ketua DPRD, Syairi Mukhlis, dihadiri Unsur Pimpinan DPRD bersama Komisi II serta Camat Pulau Laut Timur, Dinas Kehutanan dan perwakilan warga desa.
Pihak DPRD menyimpulkan terjadi miskomunikasi terkait ketersedian lahan untuk plasma yang telah disepakati terhadap masyarakat di beberapa desa di Pulau Laut Timur.
Ketua DPRD berharap ke depan sesuai Permentan dan turunannya juga Surat Gubernur; ada beberapa poin yang perlu disikapi terkait perihal tersebut, dimana perusahaan wajib memenuhi 20 persen kebun plasma pada saat mereka membangun kebun inti.
"Nah, disini belum terpenuhi di Surat Edaran Gubernur pada poin 2, ketika tidak terpenuhi lahan disana ada kewajiban perusahaan bisa merubah IUP atau IUPI-nya, mengeluarkan dari kebun inti lahan tadi untuk memenuhi kebutuhan kebun plasma, kalau memang prosesnya bisa cepat,” ujar Ketua DPRD.
Dan, "jadi semacam perusahaan menjadi ayah kandung bagi sawit-sawit mandiri yang ada di kampung ini. Tetapi ini harus diikat dengan kerjasama yang diketahui oleh Bupati setempat."
Masih kata Ketua DPRD, pihaknya belum tahu data-data tersebut, dan minta ke pihak Kopersi, karena ini leading sector-nya koperasi yang pegang. Koperasi harus punya data benar tidaknya yang dilaksanakan perusahaan.
"Tadi saya minta Komisi II langsung komunikasi dengan pihak Koperasi, perlu diambil data-data tersebut,” tutup Ketua DPRD. (Anto/Rel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.