Orang miskin dilarang sakit.
Ungkapan yang tampaknya jauh lebih menyakitkan daripada yang sedang merasakan sakit itu sendiri. Persoalan sakit yang pasti akan menimpa siapapun di dunia ini minimal sakit ringan dan pasti pula memerlukan penyembuhan yang muaranya adalah biaya berobat.
Tak setiap orang tahu kapan merasakan sakit dan lebih lagi tak setiap orang siap mengobatinya terutama mereka yang dikategorikan 'orang miskin', yang jauh lebih mementingkan biaya rutin kebutuhan primer setiap harinya untuk tetap bertahan di belantara kehidupan.
Dalam urusan sakit berlaku semacam asas; mencegah lebih baik daripada mengobati, atau biasa disebut tindakan preventif dengan memberlakukan hidup sehat atau pola hidup sehat yang jika dijabarkan akan terlalu panjang karena tidak saja menyangkut soal lingkungan tampat tinggal tapi juga hingga menjaga pola makanan.
Selain pendidikan, kesehatan adalah satu bidang yang sangat vital yang sering dijadikan komoditas politik di saat Pemilu, Pilkada, Pilkades dan sejenisnya oleh para calon pemimpin. Namun tampaknya persoalan ini tidak mudah direalisasikan dengan tepat karena memerlukan anggaran yang tak sedikit. Untuk itulah Pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah mencari dan memiliki polanya sendiri untuk menangani pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama yang terggolong miskin tersebut.
BPJS, Badan Pengelola Jaringan Sosial bidang kesehatan. Inilah program pemerintah yang saat ini secara nasional menangani soal kesehatan di negeri ini. Bagi banyak orang BPJS dirasakan sangat membantu saat sakit menimpa karena pembiayaan ditangani oleh Badan bentukan pemerintah itu, meski layanan BPJS pun tidak pukul rata karena akan tergantung banyaknya jumlah iuran yang dibayarkan oleh peserta setiap bulannya.
Yang sudah dirasakan adalah manfaat BPJS yang menjadi penjamin dan pembayar biaya berobat bagi para pesertanya yang mengalami sakit. Hanya dibayarkan biaya berobat, selebihnya adalah tetap jadi tanggungan pasien dan keluarga pasien.
-Program yang belum lengkap.
Para peserta BPJS Kesehatan yang taat bayar iuran setiap bulannya dipastikan tak ada masalah bila mengalami sakit; biayanya akan dibayar oleh pihak BPJS. Tapi biaya di luar pengobatan adalah urusan lain, bukan tanggungan BPJS seperti mengantar pasien ke rumah sakit atau ke klinik (jika sakit berat), dan jika pasien meninggal; pihak BPJS tak menanggung biaya mengantar jenazah ke rumah duka.
Kejadian yang dialami oleh seorang warga Tanah Bumbu ini adalah contoh yang patut jadi perhatian dan diperlukan solusi jangka panjang untuk penanganannya terhadap warga lainnya ke depan.
Adalah Teguh Fahmianto, warga Desa Teluk Kepayang yang menderita penyakit jantung dan menjalani operasi bedah jantung di RSUP Jantung Harapan Kita Jakarta. Warga yang tergolong dari keluarga kurang mampu itu meninggal dunia pasca operasi.
Pasien meninggal dunia, urusannya selesai dengan dunia. Biaya operasi menjadi tanggungan pihak BPJS, tapi permasalahan lain muncul yang menimpa keluarga pasien yakni membawa pulang jenazah ke kampung halaman untuk dimakamkan, yang biayanya lebih besar daripada membawa manusia hidup.
-Membuka donasi.
Itulah cara yang sering dan banyak dilakukan untuk penggalangan dana membantu warga yang kurang dan tidak mampu. Media sosial sering digunakan untuk keperluan membuka donasi dan menggugah empati dan simpati para dermawan dan donatur agar ikut membantu. Tapi apakah cara seperti ini akan terus dilakukan yang seharusnya perlu tanggapan dan langkah nyata oleh pemerintah untuk melayani warganya (?)
Pemerintah mestinya memang harus memberikan layanan yang sifatnya 'one stop service' bagi masyarakat tak terkecuali dalam layanan kesehatan ini. Tak cuma berhenti pada soal pembayaran berobat tapi juga yang terkait dengan itu yakni biaya antar jemput pasien dari dan rumah ke rumah sakit atau klinik, juga menanggung biaya menjaga atau menemani pasien selama dirawat oleh keluarga pasien selama di rumah sakit atau klinik, serta mengembalikan pasien yang meninggal dunia ke rumah duka.
Dengan donasi dari berbagai pihak melalui Lazismu, biaya mengembalikan jenazah Teguh Fahmianto sebesar sekitar Rp 22 juta dari Jakarta ke Teluk Kepayang Tanah Bumbu; mengalir untuk keluarga malang itu.
Kita semua berharap ke depannya soal seperti ini sudah siap cara penanganannya oleh pemerintah terutama Pemkab Tanah Bumbu, sehingga tak lagi mengandalkan penggalangan dana atau membuka donasi dadakan di media sosial. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.