courtesy : exposse |
Kalimat itu pernah kami baca di satu platform media sosial komentar dari seorang Warganet mengomentari satu pemberitaan yang link-nya dibagikan dan disebar di media sosial.
Ungkapan itu tak salah sama sekali. Warganet memang dituntut harus cerdas menyimak pemberitaan media (baca; arus utama/mainstream) dengan cara membaca habis hingga tuntas isi pemberitaan, jangan cuma membaca judulnya sudah berkomentar layaknya seorang pakar yang ahli di berbagai bidang.
Kalau Warganet sudah berpikiran harus lebih cerdas dari media, maka pihak media yang menjadi penyaji berita; harus mengimbanginya pula dengan pemikiran dan sikap cerdas pula.
Yang bagiamana ?
Pihak media harus lebih selektif dalam memilih dan memilah topik pemberitaan, tidak terpengaruh dengan prokovokasi dari siapapun dan pihak manapun yang hanya berniat memperalat pemberitaan media tanpa mau ikut bertanggungjawab kalau terjadi sesuatu terkait dampak pemberitaan itu.
Sudah banyak kasus dan pengalaman oleh para rekan Jurnalis di negeri ini yang akhirnya malah menanggung sendiri akibatnya, padahal bermaksud peduli dan menolong.
Masih segar dalam ingatan para Jurnalis di Kalsel terutama di wilayah Kotabaru dan Tanah Bumbu; kasus yang menimpa Diananta, Jurnalis dari Banjarhits Online yang akhirnya berurusan dengan pihak berwajib dan menjalani hukuman terkait pemberitaan.
Ketika Diananta berurusan dan berhadapan dengan hukum, siapakah yang peduli dan menjadi pembelanya ? Kemana mereka yang tak jarang memprovokasi media untuk mengangkat satu permasalahan ? Mereka semua tidak ada. Yang peduli dan menjadi pembela adalah para rekan seprofesi sebagai Jurnalis atau Wartawan, bukan Warganet yang tak jarang sok tahu dan bersikap seolah paling tahu melebihi pakar manapun.
Jurnalis atau Wartawan sama saja dengan warga biasa, tak memiliki kekebalan terhadap hukum. Yang membedakannya dengan warga biasa adalah pekerjaan sebagai pencari dan pembuat berita.
Sekali lagi kami ingatkan kepada para rekan Jurnalis atau Wartawan untuk tidak terpengaruh dengan provokasi biarpun dicap sebagai tak idealis. Karena idealisme itu bukan harga mati bagi Jurnalis atau Wartawan, tapi mereka yang cerdas akan menempatkan idealisme pada saat waktu dan kondisi yang tepat.
Nyawa seorang Jurnalis tak sebanding dengan hanya selembar kertas piagam penghargaan yang hanya jadi penghias dinding ruang tamu dan predikat 'pahlawan' yang dalam waktu singkat pun akhirnya dilupakan orang.
Profesi dan pekerjaan Jurnalis itu muaranya semua ke materi, uang untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga, bukan pekerjaan ataupun profesi sukarelawan atau amatir yang tak mengharapkan imbalan apapun.
Selamat berkerja, selamat idul fitri 1442 H, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan bathin. (Red)
-------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.