Sebanyak 10 organisasi pers mendeklarasikan Komite Keselamatan Jurnalis pada 5
April 2019, di Jakarta.
Komite beranggotakan; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia
(IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media
Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen
(FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan
Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI).
Terbentuknya Komite tersebut sebagai reaksi dari penerbitan Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 tentang Pedoman Peliputan yang
Bermuatan Kekerasan dan/atau Kejahatan dalam Program Siaran Jurnalistik
tanggal 5 April 2021 yang ditujukan kepada para Kapolda Up Kabid Humas; berpotensi membatasi kebebasan pers yang sudah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain itu penerbitan
Surat Telegram tersebut juga menutup masuknya kritik-kritik membangun
dari media selaku representasi publik terhadap Lembaga Kepolisian. Dalam Surat Telegram huruf B poin 1 disebutkan, media
dilarang menyiarkan upaya/tindakan Kepolisian yang menampilkan arogansi
dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan Kepolisian yang tegas
namun humanistik. Pelarangan penyiaran upaya/tindakan Kepolisian yang
menampilkan arogansi dan kekerasan ini berlawanan dengan ayat (2) Pasal 4
UU Pers: “terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Sehari setelah terbitnya Surat Telegram tersebut Kapolri mencabut dan menggantinya dengan Surat Telegram Nomor: ST/759/IV/HUM.3.4.5/2021 tanggal 6 April 2021 yang
menyatakan pencabutan Surat Telegram Kepala Kepolisian Republik
Indonesia Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 tentang Pedoman Peliputan yang
Bermuatan Kekerasan dan/atau Kejahatan dalam Program Siaran
Jurnalistik.
Komite Keselamatan Jurnalis sempat menyampaikan beberapa hal yakni; (1) Mendesak Kepolisian RI untuk tidak lagi
melakukan pelarangan penyiaran, termasuk penyiaran upaya/tindakan
Kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan Kepolisian.
Pelarangan terhadap kerja-kerja jurnalistik merupakan pelanggaran
terhadap UU Pers, (2) Meminta Kepolisian RI untuk tetap terbuka terhadap
kritik-kritik membangun dari manapun, termasuk pers demi kebaikan
Kepolisian RI ke depan, dan (3) Mengapresiasi keputusan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo
Sigit Prabowo mencabut Surat Telegram Kepala Kepolisian Republik
Indonesia Nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021. Meski Surat Telegram tersebut
akhirnya dicabut, namun Komite Keselamatan Jurnalis berharap preseden
serupa tidak lagi terjadi ke depan. (Sumber IJTI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.