ilustrasi |
Sebenarnya memang ada perbedaan diantara keduanya.
Dalam pelajaran ketatanegaraan ada istilah yang disebut dengan Trias Politica; pembagian kekuasaan menjadi 3 yakni kekuasaan pembuat peraturan yang dinamakan Legislatif atau DPRD jika di daerah, lalu kekuasaan penyelenggara peraturan dinamakan Eksekutif yang di daerah kabupaten disebut Pemkab, dan kekuasaan penindak pelanggar peraturan yang disebut Yudikatif yang kalau di daerah diwakili oleh Kejaksaan Negeri.
Kalau mengacu kepada Trias Politica; maka yang disebut Pemerintahan Daerah itu adalah DPRD, Pemkab dan Kejaksaan Negeri dimana masing-masing diwakili oleh Pimpinan DPRD, Kepala Daerah dan Kepala Kejaksaan Negeri yang biasa disebut Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) yg kini berubah sebutan menjadi Forkopimda atau Forum Komunikasi Pimpinan Daerah karena memasukkan Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Agama, Komandan Kodim, Komandan Pangkalan TNI AL dan Komandan Kepolisian Resort (Kapolres).
Jika hanya Pemkab atau Pemerintahan Kabupaten; maka ini hanya mengacu ke lembaga tertentu yakni Eksekutif Daerah yang dalam hal ini dipimpin oleh Kepala Daerah; Bupati dan Wakilnya, Sekda, Kepala SKPD, Camat, Lurah, Kades hingga Ketua RT. Dan skema di atas juga berlaku bagi Pemerintahan Kota dan Pemerintahan Propinsi berserta perangkatnya.
Jika suatu kebijakan diambil oleh Kepala Daerah, maka ini merupakan kebijakan Pemkab, Pemko ataupun Pemprop. Tapi bila suatu kebijakan diambil oleh Pemerintahan Daerah; maka berarti itu merupakan kebijakan yang melibatkan unsur Legislatif dan Eksekutif misalkan penetapan APBD tak bisa hanya dilakukan oleh Kepala Daerah; Bupati dan Wakilnya tapi melibatkan DPRD pula, sementara pihak Yudikatif hanya bertindak pasif.
Contoh yang sedang hangat adalah di Tanah Bumbu; kebijakan memasukkan anggaran sebesar Rp 65 milyar untuk pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh warga Kabupaten tanah Bumbu yang berjumlah lebih dari 250 ribu jiwa dengan hanya menggunakan E-KTP tanpa embel-embel lainnya seperti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau lebih lazim disebut 'Surat Miskin'; adalah kebijakan bersama antara pihak Legislatif dan Eksekutif, dan sama sekali bukan kebijakan Bupati.
Mulanya anggaran tersebut diusulkan oleh pihak Eksekutif (Pemkab) ke Legislatif (DPRD) yang kemudian membahasnya di Badan Anggaran dengan melakukan berbagai kajian termasuk tentunya kemampuan keuangan Pemerintah yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain; Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dari berbagai sektor/bidang baik dengan Pemprop maupun dengan Pemerintah Pusat, Dana Insentif Daerah (DID) yang diperoleh dari Pemerintah Pusat berdasarkan loby, pinjaman daerah, serta Penadapatan Asli Daerah (PAD). (Red)
-------------
*Dasar penulisan opini adalah Pasal 5 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pres; "Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.