Jelang menuju tanggal pencoblosan di Pilkada Kabupaten Tanah Bumbu, persaingan menarik simpati dan minat warga agar memilih dan memenangkan Paslon; semakin terus meningkat dan cenderung memanas terutama melalui media sosial khususnya Facebook.
Digunakannya Facebook sebagai wahana 'perang' yakni perang urat syaraf dan perang media tentunya, dikarenakan kebanyakan warga menggunakan platform media sosial tersebut; lebih mudah dibanding menggunakan platform sejenis seperti Twitter, Instagram apalagi LinkedIn.
Dengan menggunakan Facebook warga disamping bisa sesukanya menulis caption yang tak dibatasi jumlah karakter huruf, juga bisa lebih mudah mbuat akun fake alias akun abal-abal yang menyembunyikan identitas asli pemilik akun.
Selain tentunya menggunakan media sosial, media arus utama (mainstream) terutama media online, digital ataupun siber untuk perang berita 'pencitraan' oleh masing-masing Paslon yang berkerjasama dengan pihak pengelola media tersebut baik melalui kontrak pemberitaan maupun pay per news atau bayar per berita.
Kalau kita menyimak pemberitaan beberapa pemberitaan media online terutama untuk Pilkada Kabupaten Tanah Bumbu; maka sudah bisa ditebak media mana saja yang pro dan kontra terhadap 3 Paslon. Tapi yang lebih menarik adalah hanya 2 Paslon yang sangat gencar melakukan postingan baik di media sosial maupun media arus utama yakni Paslon Nomor Urut 1 dan Paslon Nomor Urut 3.
Selain postingan terkait pemberitaan kegiatan kampanye Paslon, juga postingan melalui TL (timeline) yang dibuat oleh masing-masing tim pemenangan melalui media sosial; bukan saja tulisan, tapi juga quote, banner, meme, video hingga karikatur.
Seperti misalkan karikatur yang dibuat untuk menyindir para oknum Pengurus dan Ketua RT yang bagi-bagi duit ke warga agar memilih dan memenangkan Paslon tertentu.
Pada karikatur digambarkan dialog Oknum RT dan warga yang memberi dan menerima duit sebesar Rp 6 juta oleh Oknum Ketua RT tapi yang diberikan ke warga hanya Rp 150 ribu. Selain itu Oknum Ketua RT dijanjikan akan diberangkatkan untuk ibadah umroh jika Paslon yang ia dukung dan bantu terpilih.
Diwaluhinya.
Itulah ungkapan dalam Bahasa Banjar yang sangat umum didengar di seantero 'Tanah Banjar' atau Kalsel tak terkecuali di Tanah Bumbu.
Ungkapan tersebut memiliki pengertian dan maksud yang mengarah ke seseorang yang berdusta, mendustai, mengakali, menipu, mengatasnamakan orang lain untuk kepentingan pribadinya.
Singkatnya 'diwaluhinya' ini mengakali orang lain untuk memperoleh hasil yang lebih besar.
Waluh.
Secara fakta artinya adalah semacam buah namun Digolongkan ke jenis sayuran; labu yang isinya berwarna kuning. Namun secara tekstual bisa berbeda maksud yaitu itu tadi; bisa berarti bohong atau dusta, bisa juga maksudnya mengakali ataupun diakali.
Nah, apakah warga mau saja 'diwaluhi' oleh Oknum Ketua RT atau tidak; itu urusan mereka, atau malah balik 'mewaluhi' atau menipu Oknum Ketua RT; juga tergantung mereka. Yang jelas warga mesti cerdas berpikir ke depan bukan hanya berpikir dengan perut tapi dengan akal tentunya. Mereka yang mau saja dibeli hal suaranya dengan duit Rp 150 ribu atau beberapa kali lipat; ini adalah mereka yang berpikir dengan perut. Tapi jika mereka yang berpikir dengan akal (sehat pula); maka duit Rp 150 ribu atau berkali lipat menjadi tak ada artinya sama sekali.
Berpikir secara akal sehat tentu lebih baik, tapi akan lebih baik lagi jika berpikir pun dibarengi dengan harga diri. Duit sebesar Rp 150 ribu ataupun 10 kali lipatnya pastilah tak sebanding dengan harga diri.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mardani H. Maming, Mantan Bupati Tanah Bumbu 2 periode, "kita boleh miskin, tapi jangan pernah mau menggadai apalagi menjual harga diri dengan harga yang sangat murah."
Harga suara atau pilihan dengan cuma Rp 150 ribu atau 10 kali lipatnya; adalah harga yang murah meriah. Harga suara ataupun hak pilih sama saja dengan harga diri. Jika mau saja menerima duit lalu memilih Paslon tertentu dengan pertimbangan telah dapat duit, maka sebesar itulah harga dirinya.
Pastikan tanggal 9 Desember 2020 nanti Anda datang ke TPS milih Paslon sesuai mata hati bukan mata uang, serta jaga persatuan dan kesatuan meski pilihan berbeda. (Red)
-------------
*Dasar penulisan opini adalah Pasal 5 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pres; "Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.