Informasi, Berita & Opini

Minggu, 06 Desember 2020

[Opini] Aturan Sampah; Cuti Kepala Daerah Petahana Yang Mencalon

Aturan sampah.

Kami sebut saja begitu. Kenapa ?
Karena seperti sampah yang memang tak berguna dan sepatutnya dibuang atau ditiadakan.

Aturan cuti bagi Kepala Daerah Petahana yang mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang kemudian kembali masuk kerja usai menjalani proses berbagai tahapan sebelum hari pencoblosan.

Apa gunanya aturan tersebut ?
Kalau secara fakta dan logika tak banyak gunanya kalau tak ingin disebut tak berguna sama sekali seperti sampah.

Cuti ataupun tidaknya Kepala Daerah tak beda jauh. Karena di masa cuti mereka hanya melepas status dan atribut sebagai Kepala Daerah hanya dalam waktu yang sudah ditentukan, lalu kembali menyandang status dan atribut semula setelah cuti.

Secara fakta selama Kepala Daerah cuti karena menjadi Calon; tak menggunakan fasilitas milik pemerintah yang selama ini digunakan dan berganti menggunakan fasilitas milik pribadi. Tapi secara fakta pula status tetaplah sebagai Kepala Daerah sehingga yang menggantikan sementara cuti disebut Pejabat Sementara atau Pjs.

Selama Kepala Daerah Petahana cuti dan tak masuk kerja atau 'ngantor', selama itu pula ia tak berhubungan langsung dengan seluruh para Bawahannya di Pemerintahan. Namun setelah kembali masuk kerja maka ia pun kembali memiliki kesempatan untuk berkumpul dan mengumpulkan seluruh Bawahannya. Bisa saja selama masuk kerja yang tinggal beberapa hari jelang hari pencoblosan Kepala Daerah Petahana yang mencalon itu; mengarahkan para Bawahannya agar memilih dirinya entah dengan cara halus maupun dengan intimidasi.

Dan juga, Kepala Daerah pun jadi kembali leluasa menemui warganya dengan kedok dan dalih menemui para warganya yang bisa saja digunakan untuk berkampanye secara 'terselubung'.
Negatif thinking ?
Bisa dikatakan begitu, karena itu perlu sebagai masukan dan koreksi bagi para pembuat kebijakan dan aturan agar tak menimbulkan ambigu. (ISP)

-------------


*Dasar penulisan opini adalah Pasal 5 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pres; "Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah."

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.