Informasi, Berita & Opini

Minggu, 18 April 2021

[Kalam] Abduh; Islam Agama Rasional, Kedudukan Akal Dalam Quran

“Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal baru yang belum pernah ada pada jaman sebelumnya. Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu….”

Itulah diantara pemikiran Muhammad Abduh, seorang yang diangggap Pembaharu dalam Islam yang sangat dikenal di abad ke 19 terutama di Mesir.

Pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh yang sepintas dianggap memiliki kemiripan dengan pemikiran Muhammad ibn Abdul Wahhab di Saudi Arabia, namun ada sedikit perbedaan.

Seperti dikemukakan Muhammad Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa al-Madaniyyah, ia menerangkan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh dan tunduk pada pemerintah.

Keadaan ini seperti ini, menurutnya, adalah bid’ah.Masuknya bid’ah ke dalam tubuh Islam-lah yang membawa umat lepas dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Untuk menyelesaikan masalah ini Muhammad Abduh, sebagaimana Muhammad Ibn Abdul Wahhab, berusaha mengembalikan umat seperti pada masa salaf yaitu di jaman para Sahabat dan ulama-ulama besar.

Namun, yang membedakan faham Muhammad Abduh dengan Muhammad ibn Abdul Wahhab adalah umat tidak cukup hanya kembali kepada ajaran-ajaran asli itu saja, tetapi ajaran-ajaran itu juga mesti disesuaikan dengan keadaan modern sekarang ini. 

Selanjutnya, menurut Muhammad Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Quran dan hadits dan disesuaikan dengan jaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut jaman. 

Taklid buta pada ulama terdahulu tidak perlu dipertahankan, bahkan Muhammad Abduh memeranginya. Karena taklid di bidang muamalah menghentikan pikir dan akal berkarat. Taklid menghambat perkembangan bahasa Arab, perkembangan susunan masyarakat Islam, sistem pendidikan Islam,dan sebagainya. 
Pendapat tentang dibukanya pintu ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi pada akal. Quran memberikan kedudukan yang tinggi bagi akal. Islam, menurutnya adalah agama rasional. 

Mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan sempurna tanpa akal. Agama dan akal yang pertama kali mengikat tali persaudaraan. Wahyu tidak dapat membawa hal-hal yang  bertentangan dengan akal. Kalau zahir ayat Quran atau hadits bertentangan dengan akal, maka harus dicari interpretasi yang membuat ayat dapat dipahami secara rasional. 
Kepercayaan pada kekuatan akal adalah dasar peradaban bangsa. Tentang hal ini Muhammad ‘Abduh berkata; “mesti ada suatu pembebasan akal dari belenggu taklid, dan mesti memahami agama sesuai dengan jalan yang ditempuh oleh pada kaum salaf sebelum terjadi perpecahan…….dan umat Islam mesti berpaling kepada kekuatan akal sebagai kekuatan terbesar manusia." (Dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.