Informasi, Berita & Opini

Senin, 19 April 2021

[Kalam] Mu'tazilah, Golongan Islam Yang Meniadakan Sifat-Sifat Allah

Umat Islam di Indonesia yang mayoritas mengikuti Mazhab Syafi'i kebanyakan hanya mengenal Organisasi Keagamaan yakni Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912 dan Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri belakangan pada tahun 1926. 
Selanjutnya terdapat kalangan terbatas yang mengenal Sunni yang mengklaim sebagai Aswaja (Ahlussunah wal jama'ah, Red) dan Syi'ah.

Namun sebagai pengetahuan perlu pula kami ketengahkan tentang golongan yang dikenal dengan sebutan Mu'tazilah, yang mana golongan ini lebih kepada Ilmu Kalam atau Teologi (Ketuhanan, Red).
Menurut beberapa catatan sejarah kemunculan Mu'tazilah ini pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Secara etimologi istilah Mu'tazilah berasal dari Bahasa Arab; i'tazala yang pengertiannya memisahkan diri.
Bermula dari perdebatan antara Guru, Hasan Al Bashri dengan muridnya, Washil ibn Atha tentang status seseorang yang berbuat dosa apakah ia kafir apakah mukmin. Washil ibn Atha menyelisihi Gurunya; seseorang yang berbuat dosa besar bukanlah kafir tapi bukan juga mukmin tapi berada diantara keduanya.

Paham Mu'tazilah mencapai puncak kejayaannya pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah di Irak, diakui sebagai mazhab resmi kekhalifahan oleh Khalifah Al Makmun sekitar tahun 813 Masehi.

Para pengikut Mu'tazilah tak mengakui adanya sifat-sifat Allah. Karena menurut pemikiran Mu'tazilah yang lebih mendahulukan akal ini; Allah tak terdiri dari sifat-sifat yang membuat Allah tidak benar-benar Maha Esa karena terbagi oleh sifat-sifat tersebut.
Selain itu Mu'tazilah menganggap Qur'an adalah makhluk, Qur'an itu diciptakan bukan qadim, yang mana tak boleh ada sifat qadim selain Allah.

Mu'tazilah pun berpendapat Allah tidak mungkin melihat kepada manusia tak bisa dilihat dengan mata fisik oleh manusia meskipun di akhirat kelak, karena melihat itu harus bertempat, sedangkan kalau bertempat berarti terbatas, dan Tuhan itu tak terbatas ruang dan waktu.

Tokoh-tokoh Mu'tazilah setelah Washil ibn Atha yang sangat terkenal adalah Al Jubba'i dan An Nazzham. 

Sebagian besar Sejarawan berpendapat dan setuju Mu'tazilah adalah aliran Ilmu Kalam (Teologi) dalam Islam yang bersandarkan para akal dan rasionalisme.

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ ٱلَّيْلُ رَءَا كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ ٱلْءَافِلِينَ

Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." (Al-An’am 6:76)

فَلَمَّا رَءَا ٱلْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِى رَبِّى لَأَكُونَنَّ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلضَّآلِّينَ 

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." (Al-An’am 6:77)

فَلَمَّا رَءَا ٱلشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّى هَٰذَآ أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ يَٰقَوْمِ إِنِّى بَرِىٓءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ

Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan." (Al-An’am 6:78)

Dalam pencarian dan mengenal Allah, Mu'tazilah lebih mendahulukan akal daripada menerima dengan iman tanpa pemikiran, seperti tergambar pada beberapa ayat Qur'an di atas ketika Nabi Ibrahim AS mencari Tuhan. (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.