Ada upaya kriminalisasi atau pembunuhan karakter melalui pemberitaan atau framing yang sengaja menggiring opini publik ke suatu permasalahan ?
Media ini mencoba mengupas permasalahan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kursi tunggu untuk seluruh desa di Tanah Bumbu yang mencoba menyeret Mantan Sekdakab, Rooswandi Salem.
Ini bukan tulisan kategori berita, tapi merupakan kupasan pendapat berbentuk opini oleh Media ini. Dan silakan para pembaca menyimpulkan masing-masing setelah tuntas membaca seluruh isi tulisan.
Tersangka AF atau Adi Gundul, Non PNS di lingkup Dinas Satpol PP dan Damkar yang ditetapkan sebagai Tersangka oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanah Bumbu; logikanya jika AF dianggap bersalah, sedangkan ia sendiri hanyalah pegawai yang berstatus Tenaga Kontrak, bukan PNS yang memegang jabatan tertentu, sedangkan di atasnya tentu terdapat yang namanya para PA (Pengguna Anggaran); yang hingga kini belum ada diantara mereka yang dijadikan Tersangka menemani AF yang kemungkinan hanyalah seorang 'penerima perintah'.
Dalam dugaan tindak pidana korupsi itu kita perlu mempertanyakan apa peran AF yang Non PNS ? Apakah karena ia misalkan sebagai 'makelar' bisa ditetapkan sebagai Koruptor ?
Yang melakukan pembelian adalah SKPD dan yang bertandatangan kontrak adalah para PA yakni para Xamat, Kepala Puskesmas dan PPTK, lalu kenapa bisa cuma AF dan dibawa serta mengaitkan Mantan Sekdakab pula ?
APBD kita ketahui tak mungkin akan terjadi penganggaran jika tidak disetujui oleh pimpinan Eksekutif (Bupati) dan pimpinan Legislatif atau DPRD, yang dalam hal ini tak mungkin seoramg Sekdakab bisa menetapkan APBD maupun APBDes yang semua kewenangan ada di Pemerintahan Desa.
Tampaknya kasus tersebut diduga mengarah ke pembunuhan karakter terhadap seseorang atau pihak tertentu agar masyarakat terbawa opini berpraduga, berprasangka bahkan akhirnya fitnah melalui pemberitaan yang cukup masif dibuat untuk menyudutkan.
Kita semua agaknya harus paham terhadap aturan dan tatakelola pemerintahan sebelum memberi komentar yang tak didasari keilmuan. Dan yang terjadi tak sedikit Warganet di media sosial yang asal berkomentar tanpa ilmu hanya karena membaca pemberitaan media yang diantaranya memang ada yang bertujuan mengarahkan dan membentuk opini publik.
Tidaklah berlebihan kalau seseorang yang sekaliber Yusril Ihza Mahendra bersedia menjadi Pembela AF, karena Yusril tentu sudah mempelajari dan paham terhadap kasus yang akhirnya ia nilai terdapat ketidakadilan terhadap AF. Dan adalah hak AF sebagai Tersangka kalau ia menggunakan Pengacara, Lawyer, Pokrol atau sebutan lainnya yang sejenis untuk membela hak hukumnya terlepas apakah memang ia punya duit untuk membayar jasa pelayanan hukum, atau bantuan secara cuma-cuma dari seorang sebaik dan sepeduli Yusril Ihza Mahendra. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Momentar Anda adalah cerminan otak Anda, maka lebih baik diam daripada sok tahu.